Berdasarkan Purana Pura Sakenan yang disusun oleh Tim Dinas Kebudayaan Bali, bahwa di Pura Sakenan ini dulu sebagai tempat krama subak mohon berkah Tuhan. Di mana, Pura Sakenan tempat mereka memohon kesejahteraan hidup. Memohon agar segala
macam penyakit yang merusak tanaman di sawah atau ladang agar dilenyapkan. Disebutkan dalam purana itu bahwa Hyang Sakenan menjaga walang sangit dan Hyang Masceti menjaga tikus agar tidak merusak sawah dan ladang petani. Dan, ini harus diingat.
Bagaimana dengan sekarang? Sawah dan ladang petani di sekitar wilayah Sakenan tidak berfungsi lagi. Yang berkembang justru pariwisatanya. Yang menjadi sawah dan ladang penduduk di
Jika pelaku wisata memohon kesejahteraan dengan tulus, niscaya tidak ada lagi kelompok teroris yang mengacaukan pariwisata
Sejak zaman dulu Hyang Maharesi Markandya membangun serta menata keberadaan desa-desa dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Dengan permohonan kesejahteraan hidup itu, menyebabkan segala jenis tumbuhan yang ditanam, baik yang ditanam di tegalan maupun sawah semuanya tumbuh dengan subur. Itulah yang menyebabkan para pengikut beliau sangat taat dan sama-sama menciptakan kesejahteraan, semuanya bersatu dan hormat kepada Sang Dwijaswara. Oleh karena demikian asal-usulnya Sakenan itu, maka disebut juga Sad Kahyangan. Dibolehkan menggunakan candi bentar dan candi kurung. Adapun pakelem/padagingan candi kurung di puncak dan di dasarnya. Sarananya emas mirah dan selaka. Sementara sesuaran/tulisan pada pripihan-nya.
Saat beliau mengawali membangun Pura Sakenan, berdasarkan ketentuan patut diaturkan saji hyasan, segehan agung selengkapnya. Patut miasa 21 kali. Itulah yang patut diketahui bila membangun bangunan untuk Batara Sakenan. Bila dilanggar menyebabkan kacau seluruh negara (jagat). Oleh karena itu, tak boleh sembarangan membangun pelinggih. Sebab, orang-orang suci membangun tempat suci, bentuk bangunan, dan perlengkapannya berdasarkan hasil meditasi.
Pura Sakenan sendiri disebut Samudra Kretih. Sakenan itu sebagai tempat pemujaan Ida Hyang Dewa Biswarna atau Baruna. Beliau benar-benar sebagai penjaga Segara Pakretih (ketenangan lautan/samudera) untuk keselamatan dunia, menghilangkan segala jenis rintangan di dunia, dan segala jenis penyakit dan menyucikan segala jenis kala, bhuta dan manusia, dan berbagai jenis penyakit. Demikianlah yang disebutkan di dalam sastra. Oleh karena itu, bagi umat Hindu janganlah melanggarnya.
Pura Sakenan adalah tempat yang sangat suci dan tempat memohon keselamatan seluruh dunia. Tempat pemujaan beliau didirikan di tepi laut selatan di wilayah Desa Serangan. Bangunan suci parahyangan itu dinamakan Parahyangan Dalem Sakenan (Pura Dalem Sakenan) sebagai tempat berstananya Hyang Sandhijaya. Mengapa dinamakan Dalem Sakenan? Karena memang titah dari Batara yang memberikan petunjuk pada saat beliau memilih pulau-pulau kecil di laut selatan. Di tempat itulah dibangun Pura Sakenan karena sebagai perintah melalui suara-suara gaib (sabda) Ida Batara.
Pura Dalem Sakenan merupakan stana Hyang Sandhijaya juga disebut Tatmajuja, selalu menjaga ketenangan lautan (segara pakreti), penyelamat dunia dam merayascita segala macam kala bhuta, manusia dan segala jenis penyakit, menghilangkan segala jenis bencana di dunia.
Sejarah Pura Sakenan juga tak bisa lepas dari perjalanan orang-orang suci seperti Danghyang Nirarta, Empu Kuturan, dll. Dulu, pada saat pembangunan Candi Sekar Kancing Gelung, orang-orang yang ada di Serangan dan di sekitarnya dengan semangat untuk ngaturang ayah. Mereka bersatu dan semuanya memohon kesejahteraan hidup. Adapun orang yang ada di sekitar Serangan saat itu antara lain berasal dari Intaran, Suwung, Kepaon, Pemogan, Kelan, Jimbaran, Panjer, Dukuh Siran dan banyak lagi. Pura Sakenan berkonsep swamandala terdiri atas pelinggih-pelinggih dan bangunan-bangunan yang ada di dalamnya. Pura Sakenan terdiri atas dua pelebah yaitu Pura Dalem Sakenan dan Pura Pesamuan/Penataran Agung Sakenan. Pura Sakenan mempunyai tiga halaman (trimandala): utama mandala, madya mandala, dan nista mandala. Masing-masing halamam dibatasi oleh tembok keliling lengkap dengan kori agung, apit lawang dan bebetelan. Pada puncak kori agung dipahatkan hiasan kepala kala. Di dalam utama mandala terdapat sejumlah pelinggih seperti candi, bale tajuk, bale pesandekan, dan apit lawang.
Di depan Candi Kurung yang menghubungkan utama mandala dan madya mandala terdapat dua buah arca Ganesha yang mengapit Candi Kurung. Madya mandala ini seluruhnya dikelilingi oleh tembok penyengker lengkap dengan Candi Bentar pada sisi sebelah baratnya dan petetesan pada sisi utara dan timurnya. Di nista mandala hanya berupa halaman kosong.
Bangunan pelinggih yang ada di utama mandala yakni bebatuan berupa Padma Capah stana Ida Batara Masjati, juga sebagai pemujaan Jro Dukuh Sakti. Meru Tumpang Tiga stana Batara Batur, Intaran, Ida Batara Muter. Gedong Jati stana Ida Ratu Ayu, Gedong (Tajuk) stana Batara Buitan dan Batara Muntur.